Ironis...


Ironis..ya, itulah yang harus dikatakan. Baru saja diingatkan 3 tahun bencana lumpur lapindo, selang satu hari kemudian ditetapkan nomor urut para calon presiden kita. Para korban lumpur yang belum jelas bagaimana nasib mereka selanjutnya masih menanti apakah pemerintah sekarang masih mempedulikan mereka. Di sisi lain orang-orang yang merasa mampu untuk mengatur negara ini malah disibukkan dengan membuat strategi agar mereka bisa terpilih.
Pemerintah sekarang masih menyisakan duka kelam bagi para korban lumpur Lapindo. Pemerintah belum mampu memberikan jalan keluar bagaimana nasib mereka. Dari masalah siapa yang akan bertanggung jawab terhadap bencana ini, sampai masalah lingkungan yang menjadi dampak selanjutnya. Telah jelas siapakah yang bertanggung jawab tapi, pemerintah malah terkesan melindungi. Si big bos Lapindo yang termasuk salah satu anggota Kabinet Indonesia Bersatu masih dengan santainya tidak merasa bersalah. Belum lagi tertolaknya kasus ini di Mahkamah Agung dan dianggap bahwa ini bukan kesalahan Lapindo.
Yah..semoga calon presiden kita yang akan datang tidak menutup mata terhadap musibah ini. Siapa yang berani untuk memprioritaskan menyelesaikan masalah rakyat yang tertindas-lah yang akan memimpin bangsa ini. Bukan orang yang acuh dan masih memiliki keberpihakan terhadap orang-orang level atas...
Nggak ada solusi dari tulisan ini..karena yang tertuang ini hanya sebuah pengingat dan harapan. Bahwa masih banyak ketertindasan yang dialami rakyat. Masih diperlukan orang-orang yang punya komitmen dan benar-benar peduli terhadap permasalahan rakyat. Seandainya pemimpin kita bisa meneladani Umar bin Khattab RA, yang sampai "blusukan" ke tempat tinggal warganya agar bisa melihat kondisi riil yang dialami rakyat. Seandainya pemimpin kita bisa meneladani Umar bin Abdul Aziz yang karena saking takutnya terhadap sebuah amanah kepemimpinan, beliau tidak mau menyalakan lampu minyak ketika ditemui saudaranya hanya karena pembicaraan yang dilakukan adalah masalah pribadi, bukan masalah yang menyangkut negara.
Yang ada sekarang, para calon pemimpin baru "blusukan" sampai ke tempat pembuangan sampah pas mau nyalon jadi presiden. Seandainya hari-hari biasa, atau setelah jadi presiden masihkan dirinya bersedia? Atau dengan mengerahkan tim suksesnya mengadakan kegiatan amal besar-besaran yang cuma dilakukan 5 tahun sekali.

Ironis...

Ke-jumud-an,Ke-cunthel-an,Ke-judeg-an (3)


Ini mungkin pelampiasan saya yang ke-tiga dalam blog ini. Yahh..namanya juga manusia, pasti ada rasa amat sangat benar-benar marah sekali. Ketika keinginan kita ngga dapat hasil yang sesuai dengan harapan. Ketika hampir satu bulan, skripsi cuma bisa mengisi sedikit kekosongan sisi meja dosen pembimbing, gimana rasanya? Jangankan saya (sebagai pembuatnya), satu bendel skripsi saya pasti merasa bosan karena dicuekin terus, ditambah beban berat karena ditumpuk dengan skripsi-skripsi lainnya plus tugas mahasiswa dan sebagainya. Dan sialnya..skripsi saya (karena saking lamanya), mulai merangsek ke barisan bawah. Apa ngga makin berat beban skripsi saya? Lha terus ini dari si pembuatnya, karena sudah benar-benar "anyel", ya terpaksa saya membuat gambar di atas. Gambar di atas di dasarkan pada sebuah realita (walaupun agak sedikit hiperbolis juga), bahwa dosenpun juga manusia biasa yang ngga selalu menjaga image dan kehormatannya. Kadang seorang dosen berlagak sok berwibawa agar mahasiswa segan kepadanya. Atau berlagak sok sibuk, berjalan kesana-kemari, menolak mahasiswanya yang mau bimbingan skripsi, padahal ngga jelas lagi ngurusin apa. Emang sih kelihatannya lagi ada urusan penting yang amat sangat mendesak sekali untuk dikerjakan tapi....ehm..ehm...apa bener urusan tersebut benar-benar sebuah urusan demi untuk mengangkat harkat dan martabat MAHASISWA-nya, demi mencerdaskan MAHASISWA, demi membuat sebuah kemajuan bagi kualitas MAHASISWA. Jangan-jangan...ehm..itu cuma urusan pribadi (dapet proyek penelitian, dapet tugas karena punya posisi lebih strategis seperti kepala UPT, anggota Senat, atau ngobyek sana- ngobyek sini..) yang semuanya cuma profit-oriented yang masuk ke kantong para dosen sendiri.SUNGGUH TERLALU...seandainya itu benar adanya... Sebagai manusia, kita punya amanah yang harus dilaksanakan. Seorang mahasiswa (for all as a human) dapat amanah wajib dari Tuhan, bahwa kita harus menuntut ilmu dari lahir sampai liang lahat. Mahasiswa juga dapat amanah dari orangtuanya untuk segera merampungkan studinya agar dapat memenuhi harapannya untuk memiliki seorang anak yang benar-benar berilmu dan dapat sedikit meringankan beban orangtuanya (bukankah sebagai seorang anak kita punya kewajiban membuat orang tua kita bahagia??). Dosenpun demikian. Bukankah sebagai seorang guru, mereka harus dengan sekuat tenaga berusaha untuk mencerdaskan murid-muridnya??Bukankah sebagai seorang guru harus sudah bersedia untuk men-dedikasi-kan dirinya untuk pendidikan??Kalo belum tahu bagaimana dedikasi seorang guru sesungguhnya, sebagai contoh yang paling simple, coba baca buku Laskar Pelangi. Disitu kita bisa tahu baru satu sisi perjuangan seorang guru sesungguhnya. Atau mungkin perlu saya kasih contoh riil yang saya tahu sendiri. Nggak usah jauh-jauh, cukup bapak saya yang juga seorang guru. Beliau adalah salah satu di antara sekian banyak contoh teladan seorang guru. Bayangkan, sebagai seorang kepsek sebuah SMP yang baru berdiri dan baru membangun atau biasa disebut "babat alas", Yang berjarak kurang lebih 40-50 km dari rumah saya, beliau harus sudah mandi sebelum waktu subuh. Habis subuh, beliau sudah berangkat dengan yamaha robotnya sebagai satu bagian awal perjalanan. Sampai Kota Kabupaten, motor dititipkan (karena ngga memungkinkan untuk melewti kondisi jalan yang berbukit-bukit) dan beliau naik bis lagi untuk naik ke daerah pegunungan berjarak 15-20 km. Dan itu berulang terus setiap hari.Hingga di akhir masa kepemimpinannya, beliau bisa menghantarkan SMP-nya termasuk 10 besar SMP terbaik di Kabupatenku (Bayangkan untuk sebuah sekolah yang baru kurang lebih 4 tahun berdiri). Itulah contoh riil sebuah perjuangan seorang guru yang patut dicontoh diantara perjuangan-perjuangan terbaik lainnya. Nah, kembali ke masalah dosen dan mahasiswa. Ketika mahasiswa ngga bisa lulus dengan mulus, bukankah kita sedang melalui sebuah masa useless day. Potensi dan kreatifitas kita yang sedang mekar-mekarnya terpaksa terkungkung dalam rutinitas skripsi yang nggak tahu kapan ketemu pangkal jalannya.
Tapi..... sekarang saya berusaha untuk berpikir bijak. Ya, berusaha untuk lebih cermat bahwa apa yang saya alami adalah grand design dari Tuhan kepada hambaNya. Mencoba menerima bahwa apa yang kita alami pasti ada sebuah kebaikan dan hikmah di dalamnya. Cukuplah kita berusaha maksimal (maksimalkan Ikhtiar) dan setelah itu, maka bukan jadi wilayah kita. Biarlah Tuhan yang mengambil keputusan terbaik bagi hambanya. Tapi, jangan lupa juga untuk men-iba dan memohon kepada Tuhan agar keputusan yang Dia ambil bisa sesuai dengan harapan kita. Dan kalo nggak sesuai dengan harapan lagi...emmmm, kita cari hikmahnya dan kita berjuang lagi..



nb: beberapa hari setelah saya membuat gambar ini, Alhamdulillah akhirnya bisa ketemu dosen pembimbing dan bisa lolos untuk menyelesaikan satu bab terakhir. Tapi, isi hati tetap harus diungkapkan. Makanya saya tetap meng-upload gambar saya ini.

fesbuk..oh fesbuk...


demam fesbuk telah melanda dunia...banyak orang terpikat dengan kemudahannya dibanding situs jejaring sosial lainnya. pembuat fesbuk tidak lebih tua dari usia saya namun, mampu membuat suatu hal amat sangat luar biasa yang belum tentu bisa dilakukan orang lain. selain secara skill pemograman yang cukup mumpuni untuk membuat situs dengan interface yang sangat user friendly, dia juga peka dengan kondisi pasar yang ternyata mengapresiasi positif terhadap karyanya. bermula dari situs jejaring sosial antar universitas di Amerika, animo masyarakat sangat besar yang menginginkan keberadaan fesbuk secara luas tidak sebatas antar kampus tapi bisa menjadi situs jejaring sosial dengan cakupan dunia.kepekaan membaca peluang pasar inilah yang dimanfaatkan dan menjadikan pembuatnya menjadi salah seorang milyuner dunia dalam usia relatif muda.
tapi, disisi lain fesbuk bisa memberikan dampak negatif terhadap budaya bangsa kita. bangsa kita yang menjunjung tinggi nilai kekeluargaan, tepo sliro, gotong royong dan nilai-nilai moral lainnya bisa tergerus rasa kekerabatannya dengan teman-teman disekitarnya karena mungkin telah merasa mempunyai banyak teman meskipun hanya di dunia maya. secara tidak sadar kita digiring untuk meninggalkan pola kekerabatan yang riil. inilah yang harus kita cermati, bahwa ada orang-orang disekitar kita yang tetap harus kita jalin rasa persaudaraannya. mungkin kita harus bisa mengendalikan diri agar tidak selalu berada di depan layar komputer, nge-add sana-sini, nge-wall dan kasih comment sebanyak-banyaknya agar kita juga gantian dikasih comment atu merasa ada yang merhatiin kita tapi, di sisi lain kita lalai kalo tetangga kita mungkin ada butuh bantuan. jangan latah terhadap hal-hal baru dan berbau trend setter. bersikap terbuka terhadap segala hal tapi, tetap konsisten dengan jati diri bangsa yang tidak selalu sesuai dngan budaya baru yang diusung dari luar...