Ajining Diri Gumatung Ing Lathi, Ajining Raga Gumantung (Ora) Ing Busana


Yah..judul di atas memang muncul karena adanya kekecewaan atas realita di sekitar kita. Senada dengan idiom english "dont judge abook by its cover", memang kadang secara tidak sadar (ataupun mungkin sadar), kita sering menilai sesuatu dari nampak luarnya saja. Padahal yang namanya pembungkus belum tentus yang dibungkus itu sesuatu yang baik, justru malah lebih buruk dari bungkusnya. Ajining diri gumantung ing lathi, emang ini benar-benar suatu hal yang nyata dan telah tersurat dalam banyak peribahasa bahkan sampai hadits sekalipun. :"Lisan lebih tajam dari pedang" atau hadits yang mafhumnya bahwa jika kita tidak bisa menjaga lisan kita, lebih baik diam. Sifat dan karakter seseorang juga bisa dilihat dari bagaimana dia berucap. Sama-sama kesandung, yang satu refleksnya berucap "Innalillahi" tapi satu orang lagi berucap "AS***", mungkin itu bisa menjadi sedikit indikator karakter orang tersebut. Di sisi lain, Ajining diri gumantung (ora) ing busana,-memang melawan peribahasa jawa yang sesungguhnya- bisa dibuktikan bahwa sesuatu (bisa juga seseorang) tidak bisa diukur dari tampak luarnya saja. Bisa jadi yang pakaiannya bagus, pake mobil mewah ternyata dia koruptor bahkan peselingkuh (uppss..ingat beberapa anggota DPR kita yang ketangkep polisi dan KPK??). Tapi, yang pakaiannya jelek atau cuma naik sepeda onthel kemana-mana bisa jadi dia seorang yang zuhud dan qonaah. "Busana" disini juga nggak cuma terikat pada busana = pakaian, tapi juga bisa pekerjaan, pendidikan dsb..Bisa jadi yang pekerjaannya cuma jadi tukang tambal ban itu kedudukannya lebih mulia di mata Tuhan daripada yang jadi dokter atau pengusaha. "Khoirunnas anfaahum linnas" atau"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain". Bukankah itu indikator terbaik dari Tuhan yang harusnya kita pilih. Atau bisa juga belum tentu yang bisa lulus cepet lebih baik daripada yang lulusnya telat (he..bukannya membela diri..) tapi itu kenyataan, siapa tahu yang lulusnya telat, rezekinya masih disimpen Tuhan dan yang lulus cepet malah masih jadi pengangguran.. Ruwet memang tulisan ini...tapi, setidak-tidaknya, kita harus lebih bijak dalam menilai sesuatu. Jangan sampai kita salah menilai hanya karena sudut pandang kita yang sempit. Pake zoom out jangan cuma zoom in terus.

ME-DIA


huff..Akhir-akhir ini agak bingung untuk mengungkapkan uneg-uneg yang di otak dan hati. Media yang biasa kita gunakan ternyata tetep ada bug-nya (he..kayak hacker saja..).
ok..coba kita bahas satu-satu..
yang pertama adalah lisan. komunikasi verbal yang satu ini memang mutlak dibutuhkan. Dalam keseharian, jelas kita membutuhkan yang namanya mulut ini. Tapi, kalo tidak hati-hati..gara-gara si mulut ini justru kita akan jadi celaka. Ada sebuah istilah bahwa lisan itu lebih tajam dari pedang. Nah, emang bener..seringkali sebuah perseteruan besar dimulai dari si mulut yang tak terkendali. Sampai-sampai kalo kita pernah lihat anggota DPR yang berkelahi di ruang sidang, bukankah itu bermula dari saking liarnya lisan ini. Atau kejadian tawuran pelajar..pasti juga diawali dari sebuah ejekan atau makian yang kemudian menjalar ke sebagian anggota tubuh lainnya untuk berpartisipasi (maksudnya tangan dan kaki yang buat njotos atau nendang)...ok next kita ngerembug babagan media radio. sebenernya radio cukup efektif sebagai media untuk ber-unjuk rasa. Perkembangan radio juga semakin pesat, bahkan sekarang sudah ada radio internet. hebat ngga? tapi, kayaknya bangsa kita kebanyakan ngga begitu suka dengan sebuah informasi audio saja. Rasa penasaran akan sebuah informasi harus diimbangi dengan sebuah visualisasi obyek tersebut. Huff..emang repot...penyuka radio biasanya adalah emang orang-orang yang sudah cukup fanatik dengan media ini, tapi untuk mengajak orang untuk memanfaatkan media ini (tanpa content yang sesuai dengan si pendengar) juga akan cukup sulit. Radio saat ini masih didominasi orang yang suka request lagu,curhat tentang pacarnya, atau info orang hilang...he..atau kita coba media selanjutnya..
media cetak (koran, majalah, pamlet etc) he..ini juga efektif..tapi..sesuai yang ilustrasi di atas, minat baca bangsa kita masih rendah... atau coba media yang lain, televisi. Jelas, mungkin inilah mungkin yang paling efektif. Televisi sudah dimiliki hampir seluruh warga bangsa Indonesia, ditambah banyaknya stasiun televisi yang menyiarkan beragam acara..dan tv emang benar-benar berhasil kalo disuruh menggiring opini masyarakat. Yang sebenarnya baik malah jadi kelihatan buruk, yang sebenarnya buruk malah jadi kelihatan baik. huffhh, apalagi kalo ada yang salah memanfaatkan publisitas media ini, malah bisa buat ajang ngunggahke jeneng(menaikkan nama) padahal belum tentu yang ditunjukkan itu suatu hal yang baik. Lebih repot lagi kalo yang sebelumnya buat mencari simpati masyarakat tapi karena terlalu lama diekspose malah buat ajang tebar pesona..keprimen kye??
Media selanjutnya...ehm..ya internet ini. Kehandalan internet untuk menjaring massa mungkin bisa dibilang paling sukses. Bagaimana tidak?? yang lihat bisa seluruh dunia je..Tapi, di negara kita ini keberadaan jangkauan internet (baik secara finansial ataupun aksesibilitas) masih belum sesuai harapan. Belum semua mampu untuk membiayai kebutuhan ber-internetnya(he..klebu aku..) atau internet yang belum bisa masuk ke seluruh pelosok desa (mungkin lagi di usahakan sama para pamongpraja di istana pemerintahan..) atau secara skill sebagian orang Indonesia yang belum bisa menggunakan yang namanya komputer..(ada ungkapan, "komputer ki panganan opo?" atau "internet kuwi sejenis rawon opo pecel??" atau "aku nduwene eternit, nek internet ra mudeng aku.."). wkkkk...sulit emang..apalagi kejadian akhir-akhir ini tentang seseorang yang dipenjara gara-gara sebuah email. Lha yang patut dipersalahkan siapa??UU ITE atau pihak penuntut
beserta seluruh perangkat hukum (yang mungkin bisa "diblonjo" biar kasusnya lancar) atau si penulis email yang cuma mengungkapkan uneg2nya sebagai seseorang yang merasa didholimi orang-orang yang mungkin merasa punya kuasa lebih. Ughhh..sakit hati ini ketika hak kita malah dikebiri..(semoga tulisan ini juga tidak menimbulkan effect yang berbahaya...amin..).
Kesimpulan & Saran : uppss, kok kayak menu skripsi di bab 5 ya (he..maklum sedang menjalani bab ini, doakan saja semoga cepet lulus..). Secara keseluruhan media di atas pasti punya kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri..Yang pasti, bagaimana kita bisa bijak menggunakan
media-media yang sudah ada. Ngga ada yang paling baik di dunia ini tapi, bukan berarti kita ngga boleh menggunakan media yang ada-kan??
Atau kalo sudah judeg n bingung merasa ngga mampu lagi menggunakan media di atas, coba kita gunakan media-media tradisional seperti kentongan, gong, atau bedug (setiap daerah punya ciri khas sendiri2-kan..).
Justru mungkin itu yang bisa diterima masyarakat. kembali ke cara-cara tradisional. Coba saja..Lha wong masyarakat kita-kan sudah kembali ke zaman batu, buktinya banyak yang percaya khasiat batu yang habis disamber gledek, katanya punya kekuatan hebat...hmmm